Setiap jiwa pasti akan mengalami kematian
Kamis malam pukul 19.12, Ibu saya mengirim pesan singkat mengabarkan bahwa Kirana masuk ICU di RS. Jakarta Medical Center (JMC). Bayi sakit buat saya itu berita biasa, apalagi orang tuanya sudah tanggap memasukkannya ke rumah sakit. Saya tidak menanggapi pesan singkat Ibu tersebut untuk kemudian tidur dengan doa untuk keponakan saya tersebut
Karena satu dan lain hal, HP saya matikan sampai dengan pukul 10.00 setelah saya sampai di Cisaat untuk keperluan dinas sekolah. Tak berselang lama, masuk telepon dari Abang yang memberitahukan kabar duka tersebut. Innalillahi wa inna ilaihi roji'un, keponakan saya, anak dari adik saya, meninggal dunia shubuh tadi pukul 04.50. Segera saya pamit ke kepala sekolah, meninggalkan pekerjaan, dan segera naik angkutan umum ke Jakarta. Sampai di rumah mertua adik pukul 15.00, jenazah sudah selesai dimakamkan. Saya sedih tidak bisa menghantarkan keponakan saya ke liang lahat. Suatu pekerjaan yang saya biasa lakukan saat ta'ziyah.
Innalillahi wa inna ilaihi Roji'un, telah meninggal keponakan saya "NUR AALEYAH KIRANA" binti Radhian Yusuf, Umur 6 Bulan 19 Hari pada hari Jum'at 04-05-2012, pukul 04.50 Wib
Hubungan Keponakan dan Paman
Saya biasa diajarkan oleh keluarga bahwa pacik dan macik (sebutan paman dan bibi di keluarga) merupakan orang tua (kecil) keponakannya. Setiap keponakan harus menghormati pacik dan maciknya seperti ia menghormati kedua orang tuanya. Sebaliknya, pacik dan macik juga menyayangi keonakannya seperti anaknya dan selalu sedia membantu keponakannya. Ini tafsiran saya.
Saya ingat bahwa saya banyak sekali meminta bantuan dari para pacik/macik saya. Ibu saya punya adik kembar bernama, Nur Ali Fikri dan Nur Ali Fahmi, mereka jago dalam banyak permainan (tradisional) seperti, main layangan, buat permainan dai alat sederhana, tukang burung dara dan mancing, dan keterampilan teknis lainnya. Saya sering meminta bantuan untuk membuat tali kama yang bagus saat main layangan, minta ajarkan main burung dara, atau sekedar menyalakan motor mogok.
Pacik Ansah (Nur Syaichon) biasa dimintai tolong untuk persoalan bangunan, membetulkan mesin air, genten, masang ubin, dan banyak lainnya. Sekarang beliau aktif di Ijabi, membuat beliau dan saya banyak berdiskusi tentang keagamaan.
Dari sisi Ayah, pakde Awin dan isterinya, Allahu yarhamhuma. Mereka berdua adalah paman/bibi yang sangat baik hati dan peduli pada keluarga kami. Setiap beberapa bulan menjenguk keluarga kami untuk menanyakan apakah masih ada beras, apa sudah bayaran. Mereka suka berpesan, "kalau tidak ada beras atau ongkos sekolah datang kemari saja." Maka, kalau mereka tidak datang, dan keluarga sedang susah, biasa abang atau ibu saya yang berkunjung.
Dari pengalaman saya tersebut, maka saya ingin sekali menjadi pacik yang baik bagi keponakan-keponakan saya.
Almarhumah Kirana binti Radhian Yusuf merupakan anak dari adik saya. Secara rasa tanggung jawab, Kirana lebih besar dibandingkan dengan keponakan dari kakak saya. Saya telah mencanangkan untuk menjadi ayah kecilnya yang siap membantu tumbuh dewasa. Membelikan baju muslimah, menyarankan adik saya kemana Rana akan disekolahkan, dan mengajarkan satu-dua nilai agama untuk dipegangnya. Ingin juga memasukkan dia ke perguruan saya, biar bergerak lentik tapi elegan dan tidak ada anak laki-laki yang berani macam-macam.
Takdir Allah atas setiap kejadian yang terjadi. Saya tak perlu mendoakan kirana karena dia -insyaAllah- pasti sudah tenang di alam kubur. Kirana merupakan tabungan akhirat dari kedua orang tuanya. Cukup bagi saya untuk berdoa ini:
Kirana dan Paciknya, 26 Februari 2012 di Setu Babakan |
Kamis malam pukul 19.12, Ibu saya mengirim pesan singkat mengabarkan bahwa Kirana masuk ICU di RS. Jakarta Medical Center (JMC). Bayi sakit buat saya itu berita biasa, apalagi orang tuanya sudah tanggap memasukkannya ke rumah sakit. Saya tidak menanggapi pesan singkat Ibu tersebut untuk kemudian tidur dengan doa untuk keponakan saya tersebut
Karena satu dan lain hal, HP saya matikan sampai dengan pukul 10.00 setelah saya sampai di Cisaat untuk keperluan dinas sekolah. Tak berselang lama, masuk telepon dari Abang yang memberitahukan kabar duka tersebut. Innalillahi wa inna ilaihi roji'un, keponakan saya, anak dari adik saya, meninggal dunia shubuh tadi pukul 04.50. Segera saya pamit ke kepala sekolah, meninggalkan pekerjaan, dan segera naik angkutan umum ke Jakarta. Sampai di rumah mertua adik pukul 15.00, jenazah sudah selesai dimakamkan. Saya sedih tidak bisa menghantarkan keponakan saya ke liang lahat. Suatu pekerjaan yang saya biasa lakukan saat ta'ziyah.
Innalillahi wa inna ilaihi Roji'un, telah meninggal keponakan saya "NUR AALEYAH KIRANA" binti Radhian Yusuf, Umur 6 Bulan 19 Hari pada hari Jum'at 04-05-2012, pukul 04.50 Wib
Hubungan Keponakan dan Paman
Saya biasa diajarkan oleh keluarga bahwa pacik dan macik (sebutan paman dan bibi di keluarga) merupakan orang tua (kecil) keponakannya. Setiap keponakan harus menghormati pacik dan maciknya seperti ia menghormati kedua orang tuanya. Sebaliknya, pacik dan macik juga menyayangi keonakannya seperti anaknya dan selalu sedia membantu keponakannya. Ini tafsiran saya.
Saya ingat bahwa saya banyak sekali meminta bantuan dari para pacik/macik saya. Ibu saya punya adik kembar bernama, Nur Ali Fikri dan Nur Ali Fahmi, mereka jago dalam banyak permainan (tradisional) seperti, main layangan, buat permainan dai alat sederhana, tukang burung dara dan mancing, dan keterampilan teknis lainnya. Saya sering meminta bantuan untuk membuat tali kama yang bagus saat main layangan, minta ajarkan main burung dara, atau sekedar menyalakan motor mogok.
Pacik Ansah (Nur Syaichon) biasa dimintai tolong untuk persoalan bangunan, membetulkan mesin air, genten, masang ubin, dan banyak lainnya. Sekarang beliau aktif di Ijabi, membuat beliau dan saya banyak berdiskusi tentang keagamaan.
Dari sisi Ayah, pakde Awin dan isterinya, Allahu yarhamhuma. Mereka berdua adalah paman/bibi yang sangat baik hati dan peduli pada keluarga kami. Setiap beberapa bulan menjenguk keluarga kami untuk menanyakan apakah masih ada beras, apa sudah bayaran. Mereka suka berpesan, "kalau tidak ada beras atau ongkos sekolah datang kemari saja." Maka, kalau mereka tidak datang, dan keluarga sedang susah, biasa abang atau ibu saya yang berkunjung.
Dari pengalaman saya tersebut, maka saya ingin sekali menjadi pacik yang baik bagi keponakan-keponakan saya.
Almarhumah Kirana binti Radhian Yusuf merupakan anak dari adik saya. Secara rasa tanggung jawab, Kirana lebih besar dibandingkan dengan keponakan dari kakak saya. Saya telah mencanangkan untuk menjadi ayah kecilnya yang siap membantu tumbuh dewasa. Membelikan baju muslimah, menyarankan adik saya kemana Rana akan disekolahkan, dan mengajarkan satu-dua nilai agama untuk dipegangnya. Ingin juga memasukkan dia ke perguruan saya, biar bergerak lentik tapi elegan dan tidak ada anak laki-laki yang berani macam-macam.
Takdir Allah atas setiap kejadian yang terjadi. Saya tak perlu mendoakan kirana karena dia -insyaAllah- pasti sudah tenang di alam kubur. Kirana merupakan tabungan akhirat dari kedua orang tuanya. Cukup bagi saya untuk berdoa ini:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًَا لِاَبَوَيْهِ وَسَلَفًا وَذُخْرًا
وَعِظَةً وَاعْتِبَارًا وَشَفِيْعًا وَ ثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا
وَاَفْرِغِ الصَّبْرَعَلىٰ قُلُوْبِهِمَا وَلاَ تَفْتِنْهُمَا بَعْدَهُ
وَلاَ تَحْرِ مْهُمَا اَجْرَهُ
وَعِظَةً وَاعْتِبَارًا وَشَفِيْعًا وَ ثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا
وَاَفْرِغِ الصَّبْرَعَلىٰ قُلُوْبِهِمَا وَلاَ تَفْتِنْهُمَا بَعْدَهُ
وَلاَ تَحْرِ مْهُمَا اَجْرَهُ
--o--
Allahummaj’alha farathan li abawaiha wa salafan wa dzukhro
wa’izhotaw wa’tibaaraw wa syafii’an wa tsaqqil biha mawaa ziinahuma
wa-afri-ghish-shabra ‘alaa quluu bihimaa wa laa taf-tin-humaa ba’daha
wa laa tahrim humaa ajraha
wa’izhotaw wa’tibaaraw wa syafii’an wa tsaqqil biha mawaa ziinahuma
wa-afri-ghish-shabra ‘alaa quluu bihimaa wa laa taf-tin-humaa ba’daha
wa laa tahrim humaa ajraha
--o--
“Ya Allah, jadikanlah ia sebagai
simpanan pendahuluan bagi ayah bundanya dan sebagai titipan, kebajikan
yang didahulukan, dan menjadi pengajaran ibarat serta syafa’at bagi
orangtuanya. Dan beratkanlah timbangan ibu-bapaknya karenanya, serta
berilah kesabaran dalam hati kedua ibu bapaknya. Dan janganlah
menjadikan fitnah bagi ayah bundanya sepeninggalnya, dan janganlah
Tuhan menghalangi pahala kepada dua orang tuanya.”
No comments:
Post a Comment