Sudah hari ke-3 Syawal. Mau ngomongin Pilgub DKI Jakarta. Maaf kate kalo mesti sedikit maki sini dan maki sana.
Jangan terjebak pada kalimat, koalisi partai vs koalisi rakyat. Jokowi dan Foke sama-sama diusung partai. Situasi sekarang lebih tepat dikatakan sebagai koalisi partai vs koalisi media. Semua media mendukung Jokowi. If media is all you have, you have all you need.
Adakah yang masih belum bisa membedakan siapa yang mempunyai karakter kepemimpinan dan profesionalitas antara Jokowi dan Foke? Yang belum tahu coba googling sendiri. Tapi kira-kiranya, menurut saya, hampir semua sepakat Jokowi unggul dalam hal tersebut dari Foke.
Maka pemilihan bukan lagi soal bagaimana kita menaruh pemimpin yang terbaik tapi hanya berkisar melanggengkan kekuasaan. Semua partai yang ada (kecuali PKS) adalah pendukung Foke pada saat Pilgub 2007. Anehnya, PKS mengapa ikut-ikutan mendukung? Pilihan ini membuat sy gak habis pikir. Kok bisa? Kok bisa? Kok bisa?
Selain tentang kekuasaan, Pilgub DKI bercampur isu SARA. Ini mencuat karena salah satu Cawagub ada yang beretnis dan beragama lain. Basuki T Purnama (Ahok) adalah orang Cina dan Protestan.
Saya orang yang peduli kepada agama, dan sy juga hanya akan memilih pemimpin yang beragama sama dengan saya. Baik Foke dan Jokowi merupakan muslim, apa masalahnya untuk memilih satu di antara mereka?
Kubu Foke mengkampanyekan SARA ke kubu Jokowi. Mengapa PKS malah ikut polarisasi (hitam-putih) itu? Menurut saya, ini bisa membuat dakwah mati langkah. Bayangkan jika Jokowi menang, maka mereka bisa mengklaim kemenangan "mereka" sendiri. Kemudian berucap, "Jangan pade ikut campur program kami".
Tentu saja polarisasi hitam-putih itu tidak saklek benar. Di partai pengusung Jokowi ada pengurus muslim yang masih punya kepedulian terhadap agama. Di kubu foke juga ada orang-orang kafir yang mendukung. Nah, klo PKS ke Jokowi akan bisa mengklaim berkontribusi kemenangan dan lebih bisa menjaga perumusan kebijakannya.
Perihal makar besar di balik Jokowi-Ahok. Jangan ada yang sok tahu deh bisa melindungi ummat Islam dengan tangannya sendiri. Ummat ini dijaga oleh Allah. Kita disuruh berbuat sebaik semampu kita dlm batas-batas kejujuran, keadilan. Foke itu jujur dimananya? Amanah apanya? Kok masih dibela? Saya mendukung Jokowi agar pengelolaan Jakarta bisa lebih tepat sasaran kena ke rakyat Jakarta. Tentang makar, kita berserah pada Allah yang punya makar lebih hebat.
Di Jakarta masih banyak ulama, habib, ustadz. Semua bebas dan aktif berdakwah, maka Allah mesti akan melindungi kota ini. Yang jadi masalah adalah orang muslim itu sendiri yang mengelola Jakarta dengan sembarangan. Maka selama ia muslim, pilihlah yang lebih amanah, profesional, pekerja keras.
Sudah. Sesungguhnya kebingungan melangkah, kebingungan memilih, sudah terjadi sejak awal jauh sebelum penetapan calon Pilgub. Sejak kita bingung memilih dasar negara, bingung dengan jati diri bangsa ini.
Saya inget jaman masih ikut halaqoh di Rohis (gak usah sebut harokah) perkataan alm. Hasan al-Banna,
“Wahai Ikhwan, silahkan angkat orang yang paling lemah, kemudian dengar dan taatilah dia, niscaya ia akan menjadi orang yang paling kuat diantara kalian.”
Saya yakin lemah yang dimaksud bisa dalam keahlian atau karakter. Lemah pasti bukan dalam cacat moral, tidak jujur, dan kejahatan lain yang dilakukan secara sengaja.
Jangan terjebak pada kalimat, koalisi partai vs koalisi rakyat. Jokowi dan Foke sama-sama diusung partai. Situasi sekarang lebih tepat dikatakan sebagai koalisi partai vs koalisi media. Semua media mendukung Jokowi. If media is all you have, you have all you need.
Adakah yang masih belum bisa membedakan siapa yang mempunyai karakter kepemimpinan dan profesionalitas antara Jokowi dan Foke? Yang belum tahu coba googling sendiri. Tapi kira-kiranya, menurut saya, hampir semua sepakat Jokowi unggul dalam hal tersebut dari Foke.
Maka pemilihan bukan lagi soal bagaimana kita menaruh pemimpin yang terbaik tapi hanya berkisar melanggengkan kekuasaan. Semua partai yang ada (kecuali PKS) adalah pendukung Foke pada saat Pilgub 2007. Anehnya, PKS mengapa ikut-ikutan mendukung? Pilihan ini membuat sy gak habis pikir. Kok bisa? Kok bisa? Kok bisa?
Selain tentang kekuasaan, Pilgub DKI bercampur isu SARA. Ini mencuat karena salah satu Cawagub ada yang beretnis dan beragama lain. Basuki T Purnama (Ahok) adalah orang Cina dan Protestan.
Saya orang yang peduli kepada agama, dan sy juga hanya akan memilih pemimpin yang beragama sama dengan saya. Baik Foke dan Jokowi merupakan muslim, apa masalahnya untuk memilih satu di antara mereka?
Kubu Foke mengkampanyekan SARA ke kubu Jokowi. Mengapa PKS malah ikut polarisasi (hitam-putih) itu? Menurut saya, ini bisa membuat dakwah mati langkah. Bayangkan jika Jokowi menang, maka mereka bisa mengklaim kemenangan "mereka" sendiri. Kemudian berucap, "Jangan pade ikut campur program kami".
Tentu saja polarisasi hitam-putih itu tidak saklek benar. Di partai pengusung Jokowi ada pengurus muslim yang masih punya kepedulian terhadap agama. Di kubu foke juga ada orang-orang kafir yang mendukung. Nah, klo PKS ke Jokowi akan bisa mengklaim berkontribusi kemenangan dan lebih bisa menjaga perumusan kebijakannya.
Perihal makar besar di balik Jokowi-Ahok. Jangan ada yang sok tahu deh bisa melindungi ummat Islam dengan tangannya sendiri. Ummat ini dijaga oleh Allah. Kita disuruh berbuat sebaik semampu kita dlm batas-batas kejujuran, keadilan. Foke itu jujur dimananya? Amanah apanya? Kok masih dibela? Saya mendukung Jokowi agar pengelolaan Jakarta bisa lebih tepat sasaran kena ke rakyat Jakarta. Tentang makar, kita berserah pada Allah yang punya makar lebih hebat.
Di Jakarta masih banyak ulama, habib, ustadz. Semua bebas dan aktif berdakwah, maka Allah mesti akan melindungi kota ini. Yang jadi masalah adalah orang muslim itu sendiri yang mengelola Jakarta dengan sembarangan. Maka selama ia muslim, pilihlah yang lebih amanah, profesional, pekerja keras.
Sudah. Sesungguhnya kebingungan melangkah, kebingungan memilih, sudah terjadi sejak awal jauh sebelum penetapan calon Pilgub. Sejak kita bingung memilih dasar negara, bingung dengan jati diri bangsa ini.
Saya inget jaman masih ikut halaqoh di Rohis (gak usah sebut harokah) perkataan alm. Hasan al-Banna,
“Wahai Ikhwan, silahkan angkat orang yang paling lemah, kemudian dengar dan taatilah dia, niscaya ia akan menjadi orang yang paling kuat diantara kalian.”
Saya yakin lemah yang dimaksud bisa dalam keahlian atau karakter. Lemah pasti bukan dalam cacat moral, tidak jujur, dan kejahatan lain yang dilakukan secara sengaja.
No comments:
Post a Comment