Cacatan Kuliah II Filsafat Syed Muhammad Naquib al-Attas
INSISTS, Kalibata, Jumat, 5 April 2013 / Jumadil 1413
Pemateri: Ust. Adnin Armas, MA.
Filsafat kaum muslimin tidak lepas dari Filsafat Aristoteles. Karena tantangan filsafat datang dari pandangan Aristoteles. Sedang Filsuf lain sebelum Aristoteles, telah terangkum dalam karya-karya Aristoteles. Jika kita hendak memahami filsafat Islam maka harus pula mempelajari filsafat barat agar mengerti konteks pembicaraan. Misal, ketika Naquib Al-Attas menyebut bahwa Tuhan tidak termasuk dalam 10 Kategori. Maka 10 Kategori yang dimaksud merujuk pada metafisika Aritoteles pada Organon (Logika). Meski demikian, filsuf muslim mempunyai konsep yangg berbeda dan memasukkan konsep-konsep baru pada topik pembahasan yang sama dengan filsafat barat.
Meta artinya setelah, Fisika artinya mengenai alam. Aristoteles tidak menggunakan istilah metafisika , penamaan metafisika merupakan istilah dari penyunting. Aristoteles menggunakan istilah First Philosophy, Sophia/wisdom, Being Qua Being, Theologike. Sophia merupakan ilmu yang membahas dasar-dasar sesuatu. Aristoteles mengarang 14 makalah tentang metafisika. A, α, B, t, Δ, E, Z, H, Θ, I, K, Λ, M, N.
Metafisika berbeda pembahasan dengan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPA membahas sesuatu dalam kaitannya dengan hukum alam, sebagai sesuatu yang bergerak dan mengalami perubahan. Saintis mengkaji sesuatu melalui pergerakan (study thing qua movable). Pakar Matematika mengkaji sesuatu melalui yang dapat dihitung dan diukur (countable and measurable). Sebaliknya, para metafisis mengkaji sesuatu dengan cara yang lebih umum dan abstrak, qua beings. Jadi Filsafat Pertama mengkaji sebab-sebab dan prinsip-prinsip wujud melalui wujud (First philosophy studies the causes and principles of beings qua beings).
Aristoteles (384-323 SEB) memaparkan para pemikir sebelumnya yang berupaya mencari Prinsip Pertama dan Penyebab segala sesuatu. Socrates, Plato, Parmenides, Anaximendes, dlsb. Plato tidak banyak membahas metafisika melainkan Fisika, tentang alam.
Thales menyatakan air (udatodes) adalah penyebab segala sesuatu. Anaximender berpendapat dari tak hingga (apeiron). Anaximenes beranggapan dari udara (air). Hippasus dan Heraclitus menyatakan api (puur), sedang Empedocles menambahkan tanah (geiros) sehingga menjadi empat unsur, air, udara, api, dan tanah. Democritus berpendapat adalah atom, yang tak terbelah, sebagai sumber benda-benda yg ada. Pitagoras berpendapat dibalik segala sesuatu ada angka yang mampu menjelaskan semuanya, seperti musik. Parmanides yang mendasar menjadi itu adalah eksisten, maujud, ketiadaan itu tidak ada. Aristoteles berpendapat alam ide adalah wujud yang nyata.
Mereka semua berbicara tetnang hakikat wujud. Ma hiya? Apa yang paling mendasar dari wujud? Persoalan wujud ini akan membawa permasalahan yang lain. Apa yang membedakan wujud dengan sifat? Sebab-akibat. Universal-partikular, Satu-Banyak, Potensialitas-Aktualitas, Keharusan-Kemungkinan.
Ilmu yang membahas wujud adalah Ontologi (Onthos = Wujud / Loghos = ilmu). Ambil contoh Laptop. Laptop bisa berwarna merah dan lainnya, besar dan kecilnya, sedang ditaruh terbuka atau tertutup. Tapi sifat-sifat itu bukanlah hakikat wujud laptop itu sendiri. Untuk dapat membahas wujud (ontologi) ini, kita perlu mempelajari ilmu-ilmu lain. Awalnya adalah logika/mantiq, kosmologi, kemudian Fisika ilmu tentang alam, baru kemudian metafisika/ontologi.
Pembahasan Metafisika adalah tentang wujud. Seringkali kita bertanya, apa itu pulpen, apa itu buku, apa itu mobil? Metafisika tidak membahas ini, karena itu akan menjadi pertanyaan partikular. Metafisikan membahas yang lebih universal, apa itu wujud? Yang kita bilang itu ada itu apa? Apa itu apa? Ma hiya? Ketika kita akan membahas sesuatu, kita perlu logika untuk mencapai kejelasan.
Logika
Ontologi Aristoteles menyaratkan Logika. Wujud dapat dipahami dengan 10 Kategori. 10 Kategori tersebut dapat dilihat dalam karyanya Organon. Kesepuluh kategori itu adalah Substansi (uwsia), Kuantitas (poson), Kualitas (poion), Relasi (prosti), Aksi (poyein), Pasif (pasyein), Di mana (tru), Kepemilikan (exein), Kapan (pote), Posisi (keistai). 10 Kategori tersebut dibagi menjadi dua bagian besar, Substansi (uwsia) dan Aksiden (sumbebekos) yang meliputi 9 kategori lainnya.
Substansi adalah makna yang paling dasar dan definitif, yang tidak disifatkan kepada subyek (pribadi) dan juga tidak hadir di dalam subyek. (Substance, in the truest and primary and most definite sense of the word, is that which is neither predicable of a subject nor present in its essence). Aksiden disifatkan ke dalam subyek dan ada di dalam subyek.
Istilah-istilah di atas jangan dimaknai dengan pengertian umum yang kita jumpai di keseharian meski kata itu sama. Substansi itu bukan isi, kualitas bukan cuma bagus atau tidak, tapi sakit, bahagia juga termasuk. Kuantitas membahas tentang banyaknya, bentuknya. Penyebutan istilah yunani kuno digunakan untuk mengingatkan kita kepada pengertian awal dalam penggunaan istilahnya. Contoh, manusia sebagai genus, universal, yang mendasar, adalah uwsia. Manusia bernama Reza adalah yang manusia ganteng, pakai baju garis-garis, berwarna sawo matang, sebagai aksiden, yang partikular, yang spesies. Perubahan itu ada karena ada sesuatu, dari tidak ada menjadi ada. Sesuatu yang secara mendasar tidak ada, tidak mungkin menjadi ada
Ini merupakan bab pertama dari organon yakni Logika dan 10 Kategori, untuk menjelaskan secara jelas apa yang sedang dibicarakan. Fakhruddin ar-Razi dan Ibnu Sinna ketika menulis Asy-Syifa’ diawali dengan menuliskan bab logika atau mantiqiyah, baru setelah itu tentang alam (thabi’iyah) setelah itu ilahiyat (metafisika).
Ta Fusika, Konsep Alam Aristoteles
Dalam karyanya Ta Fusika, Aristoteles mengkritik para pendahulunya. Seperti tadi dipaparkan sebagian filsuf yunani berpendapat tentang asal-mula penciptaan alam dari air, udara, api, tanah, atau gabungan dari unsur-unsur tersebut. Alam ini bukan terbentuk atas dari satu unsur atau empat unsur, tetapi dari lima unsur, ditambah satu ether. Hayuula/ether adalah materi yang pertama, bintang-bintang dan galaksi. Benda-benda angkasa terbuat dari ether, sedang yang dibumi adalah empat unsur yang lain.
Aristoteles membahas perubahan. Perubahan adalah sesuatu yang terjadi dari yang sebelumnya tidak terjadi. Perubahan selalu terjadi dari sesuatu yang ada. Seperti bangku yang berasal dari kayu. Perubahan bukan berasal dari sesuatu yang tidak pernah sama sekali terjadi.
Menurut Aristoteles terdapat 3 hal saat mengkaji alam yang diabaikan oleh para filsuf sebelumnya. Ketiga hal tersebut adalah form, matter, dan privation. Baginya semua benda di alam mengalami perubahan, dan segala perubahan tersebut dapat dianalisa ke dalam tiga konteks tersebut.
Aristoteles juga berpendapat bahwa ruang, waktu, gerak dan benda tidak dapat terdiri dari atom, seperti pendapat Demokritus dan para mutakalimun percaya kepada atom. Ruang, waktu, gerak, dan magnitude adalah dapat dibagi menjadi tak hingga, mendapat dukungan dari Ibnu Rushd dan Ibnu Sinna. Saat sesuatu dibagi terus tanpa hingga, sehingga pada akhirnya ini adalah konsep yang berlaku konseptual. Menurut mutakalimuun seprti Ar-Razi, waktu adalah bersifat atomik, waktu adalah atom. Anggap waktu dibagi menjadi masa lalu, sekarang, dan masa depan. Apa yang disebut sekarang, segera menjadi masa lalu. Menurut aristoteles alam adalah finite, akan berakhir.
Metafisika
Metafisika adalah ilmu yang membahas tentang dasar-dasar dan sebab-sebab wujud. Apa beda dengan ontologi? Bisa disamakan, bisa metafisika lebih luas. Pembahasan wujud tidak dapat dipisahkan dari 10 Kategori yang telah dipaparkan dalam Kategoriae dalam Organon. Pembahasan wujud dalam metafisika mencakup Substansi dan Aksiden, Sebab dan Akibat, Satu dan Banyak, Sebelum dan Sesudah, Potensialitas dan Aktualitas, keharusan dan kemungkinan.
Menurut Aristoteles dalam metafisika, substansi adalah “that which is primaly the what”. Artinya, substansi adalah eksistensi yang berdikari sendiri. Substansi ada yang movable dan ada yang immovable. IPA akan menjadi Filsafat Pertama sekiranya tidak ada yang immovable (seperti jiwa dan Tuhan). Namun, karena substansi ada yang immovable, maka Teologi-lah yang menjadi Filsafat Pertama. Substansi yang abadi tidak digerakkan dan terpisahkan dari benda-benda yang dipersepsikan indera. Substansi yang abadi ini tidak memiliki magnitude, bagian-bagian, dan tidak dapat dibagi. Bagi Ibnu Sinna, substansi ada 4 yakni ule (materi), morfe (bentuk), ule kai morfe (materi dan bentuk), dan psyche (jiwa).
Sebab-Akibat
Segala sesuatu ada karena ada sebabnya. Bagi Aristoteles ada 4 sebab yaitu sebab materi (semen, pasir, bata), sebab bentuk (rumah), sebab akhir (tujuan dari membuat rumah), dan sebab pembuat (arsitek). Sebab akhir menjadi sebab paling utama, paling tinggi. Sebab-sebab lain digerakkan oleh sebab akhir/tujuan. Ketika kita wujud kita juga harus membahas akibat.
Satu dan Banyak
Makna Satu adalah homonim. Ia dapat menjadi satu yang tidak mengandung aspek lain/banyak seperti Tuhan atau titik, atau satu yang mengandung aspek banyak seperti satu manusia tapi bisa ada tambahan dari manusia yang lain. Jika memuat aspek banyak, maka aspek banyak tersebut bisa aktual atau potensial. Ia aktual saat berbagai hal bersatu menjadi keseluruhan. Ia potensial karena kuantitas yang berterusan sebenarnya adalah satu, tapi dapat dibagi secara potensial. Dalam konsep universal, misal banyak spesies di bawah satu genus, dan banyak individu adalah satu spesies.
Sesuatu yang bukan satu adalah banyak. Banyaknya sesuatu dapat dipisahkan berbeda, berlawanan atau bertentangan. Ada empat jenis yang berhadap-hadapan (opposition). 1) wujud X berhadapan dengan bukan X (misal, manusia dan bukan manusia). 2) berhadapan dalam relasi (misal, teman, ayah, anak). 3) berhadapan antara keadaan (habitude) dan ketiadaan (privation) (misal, gerak dan diam). 4) berhadapan antara yang berlawanan (misal, kedinginan dan kepanasan).
Sebelum dan Sesudah
Aristoteles menyebut 5 bentuk ‘lebih dulu’, yaitu pertama, ‘lebih dulu’ sebelum menurut waktu. Kedua, sebelum yang tidak dapat terbalik seperti ‘satu’ lebih dulu dari ‘dua’. Urutan tidak dapat dibalik. Ketiga, ‘lebih dulu’ digunakan dalam sains dan orasi. Misal, ada yang lebih dulu dalam susunan. Huruf lebih dulu dari kata. Keempat, lebih dulu secara alami. Kelima, lebih dulu seperti sebab lebih dulu dibanding akibat. Seperti, manusia lebih dulu bergerak daripada bayangan, Tuhan lebih dulu dari alam.
Partikular dan Universal
Menurut Aristoteles, sesuatu yang universal itu ada dalam pikiran, bukan dalam kenyataan. Jadi kemanusiaan (humanity) dan kejiwaan (animality), misalnya, ada dalam pikiran seseorang. Sebuah universal menjadi partikular dengan perbedaan yang khusus (specia differentia). Kejiwaan ada dalam manusia dan hewan. Sedang akal adalah perbedaan khusus dari manusia yang tidak turut campur dengan hakikat dan esensi dari kejiwaan, jika akal turut campur maka kuda tidak akan wujud.
Potensialitas dan Aktualitas
Apa yang wujud nyata disebut aktual (entelekia). Apa yang tidak wujud tetapi ada kemungkinan wujud, disebut wujud secara potensial. Apa yang wujud secara potensi bukanlah substansi, karena ia tidak wujud dengan sendirinya; ia wujud dengan sesuatu yang memiliki wujud secara potensial. Ada dua jenis potensial: (1) Potensial aktif, keadaan yang wujud dalam pelaku yang memungkinkan bagi pelaku untuk beraksi, misal panasnya api (potensial pasif); ini adalah keadaan sesuatu yang membuatnya sebagai wadah bagi sesuatu yang lain. Potensial aktif juga mengindikasikan hanya aksi. Misal, panas memiliki daya untuk menyebabkan pembakaran, ia tidak dapat mnyebabkan tidak kebakaran. (2) Potensial yang mengindikasikan keduanya, misal manusia memiliki potensi untuk melihat atau tidak melihat, sesuai kemauannya. Bagaimanapun, ketika kemauan ikut serta kepada potensialitas dan tidak ada halangan yang menghalangi, maka sesuatu yang aktual harus akan ada. Misal, alam harus ada karena tidak ada halangan baginya untuk ada. Apa Tuhan tidak mampu menciptakan alam? Dulu Tuhan tidak mau, sekarang mau? Memangnya Tuhan itu manusia berubah-ubah kemauan. Maka alam harus ada.
Keharusan dan Kemungkinan
Wujud sesuatu adalah kewujudannya, (1) yang keharusannya bagi dirinya, atau (2) tidak mungkin bagi dirinya, atau (3) mungkin bagi dirinya. Apa yang tidak mungkin bagi dirinya akan tidak pernah wujud. Jadi, bagi sesuatu untuk wujud, ia harus mungkin bagi dirinya. Selanjutnya, jika ada sebab, wujudnya menjadi keharusan. Jika sebab tidak ada, ia menjadi tidak mungkin. Apa yang wujud, tetapi bukan dengan keharusan, maka ia adalah mungkin bagi dirinya (contigent by itself). Tetapi, ia bukan mungkin dengan sesuatu yang lain, yaitu, ia dibuat wajib dengan sebab bagi wujudnya. Ini intinya nanti, fenomena yang ada dibagi tiga, ada yang mungkin, ada yang tidak mungkin, ada yang wajib. Ini terkait dengan eksistensi dan esensi. Eksistensi sesuatu yang mungkin disebabkan oleh sesuatu sebab yang lain, seperti yang ada pada alam. Berbeda dengan Dia, sang Pencipta, eksitensinya tidak bergantung kepada yang lain, dia tidak disebabkan oleh lainnya.
The Unmoved Mover
Apa yang wujud dengan keharusan bagi dirinya (wujud yang harus), adalah wujud tanpa ada penyebab apapun (prima causa/uncaused cause). Jika tidak begitu, maka apa yang wujud itu tidak wujud oleh dirinya sendiri. Jadi, wujudnya tidak disebabkan oleh penyebab apa pun. Ia juga tidak banyak di dalam dirinya. Ia tidak memiliki bagian karena jika itu terjadi, maka the unmoved mover akan memiliki sebab. Ia juga tidak memiliki sifat-sifat (aksiden). Jika sifat-sifat itu ada maka esensi the unmoved mover, akan menjadi bagian darinya. The unmoved mover juga hanya satu. Ia tidak dapat menjadi dua. Karakter the unmoved mover juga hanya satu. The unmoved mover juga tidak mengalami perubahan. Jika ia mengalami perubahan, maka perubahan tersebut memiliki sebab, maka the unmoved mover akan memerlukan sebab. Disebabkan the unmoved mover tidak tergantung kepada sebab apapun, maka the unmoved mover tidak tertakluk kepada perubahan. Esensi dari the unmoved mover adalah eksistensinya. The unmoved mover juga bukan substansi dan juga bukan aksiden. Ia bukan substansi karena substansi memiliki esensi. Ia bukan aksiden karena ia bukan berada di dalam subjek. The unmoved mover tidak termasuk ke dalam 10 Kategori. Eksistensi di dalam 10 kategori adalah aksidental, sedangkan eksistensi the unmoved mover adalah esensi itu sendiri. Jadi, the unmoved mover tidak tergolong kepada genus, dan ia tidak memiliki perbedaan yang khusus, dan ia tidak memiliki definisi. Ia bukan berada dalam sebuah wadah, bukan pula di dalam subjek, ia tidak memiliki yang berlawanan (contrary). Ia tidak memiliki spesies, ia tidak memiliki sesuatu yang sama dengannya. Ia tidak memiliki sebab, jadi ia tidak berubah dan ia tidak dapat dibagi.
*Seluruh tulisan ini mengacu pada pemaparan dan makalah pemateri. Jika ada isi yang tidak tepat, kembali kepada pemahaman saya pribadi.