Alangkah dalam artinya pertahanan diri dan pembelaan yang diucapkan oleh "mu'allim awwal" ini dihadapan Hakimnya, seketika dijatuhkan hukuman bunuh, sebab mempunyai pendapat berlainan dengan pendapat umum pada ketika itu. Sebab pendapat umum ialah Tuhan itu banyak, sedang pendapat Socrates, Tuhan itu hanya satu, Yang Maha Esa!
Dia berkata, "Wahai hakim-hakimku, saya telah dijatuhkan hukuman bunuh. Maka inilah nasehatku yang penghabisan! Hendaklah tuan-tuan menghadapi maut sebagai yang saya hadapi ini. Jangan ada pikiran tuan-tuan kepada yang lain, melainkan kepada haqiqat maut. Yakinlah bahwa orang yang telah berbuat baik, tidak akan kenal arti takut, baik di waktu hidupnya apalagi setelah wafatnya. Tuhan tidak akan meninggalkannya selama-lamanya.
Bukanlah bahaya yang menimpaku ini datang dengan tiba-tiba saja (toevalig) tetapi semuanya menurut qadar. Dan saya percaya bahwa ini saat kematianku itu lebih baik rasanya bagiku dari pada hidup yang penuh kesudahan ini. Saya tidak menyimpan dendam kepada orang yang menghukumku atau yang menuduhku. Cuma yang saya sesalkan, hanyalah lantaran hukuman itu mereka jatuhkan tidak dengan maksud baik, tetapi dengan maksud jahat. Namun begitu, maka sangka-sangka mereka itu telah salah, mereka tidak berdiri atas kebenaran.
Cuma sebagai orang yang akan mati, ada petaruh yang akan saya tinggalkan, harap tuan-tuan paparkan setelah saya mati!
Wahai orang Athene semuanya! Bilamana putera-puteraku dewasa kelak, bila tuan-tuan lihat anak-anak itu tidak mengacuhkan kebenaran, tidak berjalan yang lurus dalam hidup mereka, lebih dipengaruhi oleh harta benda dari mengejar keutamaan budi, hendaklah tuan-tuan siksa mereka, sebagai saya tuan-tuan siksa ini. Jika mereka menjadi sombong, mereka sangka diri mereka berharga. Padahal tidak ada harga mereka sepeser juga., maka azablah mereka sebagai tuan-tuan mengazab saya ini. Kalau petaruh ini tuan-tuan jalankan, barulah tuan bernama adil terhadap diriku dan anak-anakku.
Sekarang, sekarang telah dekat saat perpisahan. Hendaklah kita memilih jalannya masing-masing. Saya menuju maut, tuan-tuan menuju hidup. Tetapi siapakah yang sebenar-benarnya bahagia lantaran menempuh jalan masing-masing itu di antara kita? Hanya Allah Yang Maha Esa yang lebih tahu.
Hamka. 1982. Dari Lembah Cita-cita. Jakarta: Bulan Bintang. Hal. 55-56
No comments:
Post a Comment