Allahu akbar.. Allahu akbar.. Allahu akbar.. wa lillahilham.
Jauh sebelum peristiwa kurban yang dilakukan oleh kekasih Allah, Ibrahim as. terhadap putranya Ismail, anak semata wayang yang selama ini dirindukan beliau. Perintah untuk berkurban dalam skala yang lebih sulit (baca: menyeramkan) pernah diperintahkan Allah kepada ummat nabi Musa as. Dalam surat Al-Baqarah ayat 54 diterangkan:
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."Peristiwa ini terjadi saat Nabi Musa as setelah dari kepergiaannya, beliau pulang menemui ummatnya. Tak dinyana, beliau menemui ummatnya tersebut sedang menyembah berhala sapi betina buatan mereka sendiri. Sebagai sebuah jalan kembali (taubat) mereka diperintahkan Allah swt. untuk membunuh diri mereka sendiri.
Masuk kepada zaman nabi Muhammad saw. perintah kurban menurut terjadinya drama kurban Ismail yang telah ditukar oleh Allah swt dengan qibas atau hewan ternak. Ummat Muhammad hanya perlu mengikuti ujung dari peristiwa kurban yakni penyembelihan hewan ternak tanpa perlu berdramatisasi menguji penyerahan diri dengan mengorbankan anak. Namun demikian, hendaknya situasi kepasrahan total yang dilakukan Ibrahim as dan anaknya Ismail dapat menjadi renungan.
Semangat Qurban
Merenungkan perintah pengorbanan yang terjadi pada dua nabi sebelum nabi Muhammad saw. yakni pada zaman Nabi Musa as dengan perintah kurban (baca: taubat) dengan mempersembahkan diri sendiri, kemudian ke zaman nabi Ibrahim dengan dramatisasi kurban dengan mempersembahkan harta yang paling dicinta, anak. kurban yang kita lakukan harus dimaknai secara mendalam.
Qurban bukan hanya salah satu cara berinfaq orang berkemampuan kepada orang yang membutuhkan namun qurban juga harus dimaknai sebagai sebuah simbol penyerahan diri (salvation) sepenuhnya kepada Allah swt. Menundukkan hawa nafsu, ego, dan kebanggaan dihadapan Allah.
Kita seharusnya membawa makna kurban kepada situasi membunuh diri kita sendiri untuk dipersembahkan kepada Allah, sebagaimana perintah Allah ummat Musa as untuk bertobat. Kita juga mesti memaknainya sebagai upaya melepaskan segala keterikatan diri kita terhadap dunia dan menyerahkannya kepada Allah, sebagaimana Ibrahim as merelakan putranya Ismail.
Mutuu qabla an tamutuu / matilah kamu sebelum kamu mati
Saat nanti kita melihat hewan kurban kita disembelih, berkatalah dalam hati, "ya allah kukorbankan diriku kepada-Mu". Saat kita mati di dunia ini, sesungguhnya kita hanya terbangun kepada dunia yang sesungguhnya. Saat kita mampu menyerahkan diri kita kepada Allah, disitulah letak kehidupan sebenar akan kita rasakan.
Inna lillah wa inna ilaihi rojiun.
Wallahua'lam
No comments:
Post a Comment