Purnama menghidangkan indah dan nelangsa sekaligus dalam diri saya.
Indah,
Purnama menerangi syahdu langit malam, mengungkap kengerian malam. Menunjukkan jutaan bintang bagi mahluk bumi.
Indah,
Pertemuan saya dengan die tepat pada saat purnama, di puncak gunung salak, dalam keterkejutan masing-masing, "hei, die...!" Sejak itu kami melakukan komunikasi erat, walau hanya searah. Telepon, sms, dan bahkan cara kuno surat. Puja-puji, cinta, dan kasih sayang.
Nelangsa,
Purnama gak pernah bisa benar-benar saya miliki. Dia hanya menatap dari kejauhan, berkerling mata menggoda siapa saja yang menatapnya. Hanya diam seribu bahasa tanpa pernah membalas setiap sayang yang ku sampaikan.
Nelangsa,
Die tidak pernah benar-benar menjadi kekasihku. Paras cantik, kepribadian menarik, die terlalu asyik dengan dunianya sendiri, tanpa pernah menghiraukan bahwa saya sedang berbicara. Setiap kata yang ku berikan hanya dipetieskan. "Selamat! anda merupakan wanita terkuat di dunia."
Hambar,
Sintesa indah dan nelangsa, hambar. Ku berikan untukmu mayat hidupku.
Purnama,
Malam Senin, 14 Rabi'ul akhir 1429
No comments:
Post a Comment