Oleh: Paulo Coelho
Translated by me
Gejala pertama dari proses kita membunuh mimpi-mimpi kita adalah merasa kurang dalam waktu. Orang tersibuk yang pernah saya kenal dalam hidup selalu mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan apapun. Mereka yang tidak melakukan apapun selalu tampak lelah dan tidak memperhatikan hal kecil dalam pekerjaan yang diperlukan untuk dilakukan. Mereka terus mengeluhkan bahwa hari terlalu singkat. Sebenarnya, mereka takut untuk berjuang dalam Perjuangan Mulia.
Gejala kedua dari kematian mimpi-mimpi kita terletak pada kepastian kita. Karena kita tidak ingin melihat kehidupan sebagai petualangan besar, kita mulai berpikir tentang diri kita sebagai bijak, wajar, dan benar menuntut sedikt saja dalam hidup. Kita melihat jauh di balik dinding dari hari-hari kehadiran kita, dan melihat kekalahan besar dan kobaran api dari mata para pejuang. Namun kita tak pernah melihat kesenangan, kegembiraan luar biasa dari hati mereka yang terlibat dalam pertempuran. Bagi mereka, bukan kemenangan atau kekekalahan yang penting; yang cuma penting adalah mereka berjuang dalam Perjuangan Mulia.
Dan, akhirnya, gejala ketiga dari melewatkan mimpi-mimpi kita adalah kedamaian. Hidup seperti suasana minggu sore; kita meminta hal remeh, dan kita menuntut apapun lebih dari yang kita ingin berikan. Dalam keadaan tersebut, kita berpikir tentang diri kita sebagai seorang dewasa; kita mengesampingkan fantasi darah muda kita, dan kita mengejar prestasi pribadi dan pekerjaan. Kita terkejut saat orang seusia kita mengatakan bahwa mereka masih ingin ini dan itu tercapai dalam hidup. Tapi sesungguhnya, jauh di dalam hati kita, kita tahu bahwa apa yang sebenarnya terjadi adalah kita meninggalkan pertempuran untuk mimpi-mimpi kita -- kita menolak untuk berjuang di Perjuangan Mulia.
Saat kita melepaskan mimpi-mimpi kita dan mencari kedamaian, kita melintasi masa ketenangan yang singkat. Namun kematian mimpi-mimpi itu mulai membusuk dalam diri dan menginfeksi keseluruhan kehidupan kita. Kita menjadi kejam terhadap seluruh orang di sekitar kita, dan kemudian kita mulai mengarahkan kekejaman itu kepada diri kita sendiri. Itulah saat kesakitan dan kegilaan muncul. Apa yang kita coba hindari dalam pertarungan - kekecewaan dan kekalahan - menghampiri kita sebab ketakutan kita.
Dan suatu hari, yang mati tersebut, mimpi-mimpi yang terbuang membuat sulit untuk bernapas, dan kita sesungguhnya menuju kematian. Adalah kematian yang membebaskan kita dari kepastian, dari pekerjaan kita, dan dari ngeri kedamaian minggu sore kita.
Perkataan Petrus kepada saya dalam "The Pilgrimage" ke Santiago de Compostela