Monday, July 9, 2012

Piagam Jakarta

Tulisan ini bukan analisa penulis, hanya merupakan catatan kecil dari buku yang saya baca yakni, "Status Piagam Jakarta, Tinjauan Hukum dan Sejarah. Ridwan Saidi. Jakarta. NaHMIlub: 2007

Piagam Djakarta atau Jakarta Charter adalah satu peristiwa penting dalam sejarah lahirnya bangsa Indonesia.sebagai sebuah negara. Piagam Djakarta lahir pada tanggal 22 Juni 1942 sebagai hasil dari perundingan "panitia kecil" yang ditugaskan oleh rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) untuk menyusun persoalan mendasar berkaitan dengan Hukum Dasar atau Undang-undang Dasar. Anggota tersebut adalah:
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Moh. Hatta
3. Mr AA Maramis
4. Abikoesno Tjokrosoejoso
5. Abdoel Kahar MOezakkir
6. H. Agoes Salim
7. A. Wachid Hasjim
8. Mr. Achmad Soebardjo
9. Mr. Moh Yamin
Hasil dari diskusi "Panitia kecil" tersebut adalah apa yang disebut sebagai Piagam Jakarta atau Jakarta Charter. Berikut bunyi lengkapnya:

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan .
Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia yang bersatu , berdaulat , adil dan makmur .
Atas berat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur supaya berkehidupan berkebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya .
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesian yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum , mencerdaskan kehidupan bangsa , dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi dan keadilan sosial , maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk - pemeluknya , menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab  , persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia .

Teks redaksional di ataslah yang seharusnya menjadi pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Dilalah, pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945, tujuh kata "dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk - pemeluknya" dicoret dalam UUD 1945 yang disahkan.

Pencoretan tujuh kata tersebut membawa kekecewan besar oleh para tokoh dan ulama Islam dan mengakibatkan kekisruhan berkepanjangan. Meskipun Piagam Jakarta tidak serta merta menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, namun dengan adanya piagama Jakarta menjamin para pemeluk agama Islam untuk dapat menjalankan syariat agamanya. Hal ini mempunyai akar sejarah dalam Undang-undang Hindia Belanda (Indische Staatregeling Tahun 1925 juncto Regeerings Reglement pasal 173 yang berlaku sejak 2 September 1855) yang juga mengakui Hukum Islam sebagai hukum yang berlaku untuk para pemeluknya 

Sejak pencoretan tersebut, Piagam Jakarta tak lebih hanya menjadi dokumen sejarah atau bisa juga sebagai dokumen politik dari perjuangan politisi Islam dalam memperjuangkan Dasar Negara yang sesuai syariat. Kemudian Piagam Jakarta mendapatkan tempatnya kembali sebagai Dokumen hukum sebagai konsideran juridis atau dasar hukum setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Berikut bunyi lengkap dekrit tersebut:

Keputusan Presiden Republik Indonesia
No. 150 Tahun 1959
Dekrit
Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang

Tentang

Kembali Kepada Undang-undang Dasar 1945

Dengan Rakhmat Tuhan Yang Maha Esa
Kami Presiden Republik Indonesia/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang

Dengan ini menyatakan dengan khidmat:
Bahwa anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali pada Undang-Undang Dasar 1945, yang disampaikan kepada segenap rakyat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959, tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara;
Bahwa berhubung dengan pernyataan sebagian terbesar Anggota-anggota sidang pembuat Undang-undang Dasar untuk tidak menghadiri lagi sidang, Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh Rakyat kepadanya;
Bahwa dengan dukungan terbesar Rakyat Indonesia dan didorong oleh keyakinan Kami sendiri, Kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Negara Proklamasi;
Bahwa Kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut;

Kami
Presiden Republik Indonesia/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang
Menetapkan pembubaran Konsituante.
Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit ini, dan tidak berlakunya lagi Undang-undang Dasar Sementara.
Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri atas anggota-angota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan. Serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara, akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Juli 1959
Atas nama Rakyat Indonesia
Presiden Republik Indonesia/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang

Sukarno

Dengan Dekrit Presiden tersebut maka kedudukan dari "tujuh kata" mendapatkan tempatnya kembali. Menurut Perdana Menteri Djuanda:

Pengakuan adanya Piagam Djakarta sebagai dokumen historis bai pemerintah berarti pengakuan pula akan pengaruhnya terhadap UUD 1945. Jadi pengaruh termaksud tidak mengenai Pe...mbukaan UUD 1945 saja, tetapi juga mengenai pasal 29 UUD 1945, pasal mana selanjutnya harus menjadi dasar bagi kehidupan hukum di bidang keagaman.
Yaitu dengan demikian kepada perkataan "Ketuhanan" dalam Pembukaan UUD 1945 dapat diberikan arti "Ketuhanan, dengan kewajiban bagi umat Islam untuk menjalankan syariatnya." Sehingga atas dasar itu dapat diciptakan perundang-undangan bagi para pemeluk agama Islam, yang dapat disesuaikan dengan syariat Islam.

Kesimpulannya, mari kitabersama-sama memperjuangkanhak ummat Islam yakni menegakkan syariat di bumi Indonesia secara konstitusional sebagaimana para pendahulu kita memperjuangkan syariat ke dalam dasar negara ini.

No comments: