Saturday, March 24, 2012

Visi dan Misi

Dalam ketenangan ada gejolak seperti halnya dalam peribahasa "air riak tanda tak dalam, air tenang menghanyutkan".

Hidup saya begitu tenang tanpa ada hiruk-pikuk dunia yang njelimet. Manusia gelisah tentang kemacetan, tentang lembur, bos galak, belanja apa, makan di mana, bayar kontrakan, dll. Semua itu mudah kita temui dalam kabar singkat di Facebook.

Dalam 1 hari, seorang pekerja akan menghabiskan waktu minimal 7 jam bekerja, 3 jam lama perjalanan, dan 5 jam tidur. Sisanya lenyap tak teridentifikasi untuk istirahat dan nonton. Saya sebagai seorang guru punya waktu libur 3 hari, dengan jumlah jam mengajar sebanyak 20 jam seminggu, dan sisanya kerja dan beraktivitas "serabutan" terserah saya.

Kata "serabutan" dan "terserah" ini yang menjadi tantangan bagi saya. Gejolak dalam ketenangan. Gambaran serabutan yang saya maksud adalah menjalankan berbagai macam tugas yang seharusnya dikerjakan oleh orang lain dengan jabatannya masing-masing. Tugas yang sering saya tangani selain Guru misalnya Bendahara, Operator Sekolah, Tata Usaha, Penjaga Lab, Wali Kelas, dan tak jarang Kepala Sekolah. Kapan menjalankannya dan bagaimana menjalankannya, terserah saya.

Mengapa saya mau mengerjakan itu semua dan/atau dipercayakan membantu tugas-tugas itu semua? Karena saya - Insya Allah - memang punya kemampuan untuk menjalankan itu semua. Mungkin ini beban sejarah yang harus saya tanggung. Di kampus dulu, saya mengikuti cukup banyak organisasi yang punya core competence berbeda-beda. Ragam budaya, ragam kegiatan, dan ragam keahlian yang diperlukan. Dari ragam itu dua komunitas yang paling berpengaruh adalah Komunitas Nuun tempat saya belajar tentang nilai-nilai dan UKM Wushu Gerak Naga UI karena saya berhasil mengejawantahkan segala pengalaman saya di keorganisasian dengan mendirikan "sendiri" UKM, dengan tidak mengurangi hormat saya kepada teman-teman yang telah membantu.

Terserah, karena saya sebenarnya punya hak untuk menolak melakukan apa-apa di luar pekerjaan utama saya sebagai Guru.


Terus Belajar dan Belajar
Menjadi seperti kutu loncat saat menjadi mahasiswa juga punya dampak buruk kepada saya. Saya tidak mempunyai hobi dan kemampuan khusus, dan tidak mendapatkan nilai khusus 'A'. Saya cuma mahasiswa 'C'. Maka di sini, di Pesantren Husnayain ini, saya ingin menegaskan (Bold) siapa diri saya, sebagai:
"Insan intelektual yang mengadakan ishlah di tengah masyarakat" 
Istilah untuk menjadi demikian oleh Ali Syariati disebut "Raushan Fikr" atau pemikir yang tercerahkan. Namun saya tidak menggunakan istilah tersebut karena saya sadari bahwa saya bukan pemikir utama. It's not my raison d'etre. I am a half breed. half intellectual and half activist.

Untuk dapat menuntaskan pernyataan misi hidup saya di atas, Tuhan telah sengaja menjalankan saya sampai di sini dengan segala pengalaman yang saya dapat. Pesantren Husnayain akan menjadi laboratorium saya mengekalkan atau menegaskan kemampuan saya dalam mengajar dan mendidik, belajar mengelola lembaga pendidikan, belajar ilmu-ilmu fardhu yang belum saya kuasai, memperbaiki dan memperindah akhlaq saya, dan sebagai tempat mempersiapkan diri untuk mengambil strata dua tentang kepemimpinan dan/atau menajemen organisasi (pendidikan).

Cita-cita
Saya berjanji pada diri saya sendiri untuk dapat bersabar dan bersyukur untuk tetap berkhidmah di Pesantren Husnayain selama 5-6 tahun. Sekarang, saya telah mengajar di sini selama kurang dari 2 tahun maka saya masih punya waktu 3-4 tahun menjalankan rencana saya tersebut. Selepas dari sini, beberapa rencana saya adalah

  1. melanjutkan belajar ke universitas di luar negeri untuk mengambil bidang studi manajemen SDM atau manajemen pendidikan.
  2. mendirikan lembaga pendidikan tingkat sekolah menengah.
  3. berlanjut berjuang.....*infinitive possibilities*

Alasan mengapa harus mengambil kuliah di luar negeri, karena saya ingin belajar di universitas yang serius dengan kualitas pendidikannya. Serta, saya ingin mendapatkan rasa "cross culture" di dunia barat. Seperti Iqbal, Prof Rasjidi, Prof Wan, dll (Semoga Allah merahmati mereka semua), mereka menjadi orang yang betul-betul paham dengan  kebudayaan Barat, kelemahan dan kelebihannya.

Alasan mengapa lembaga pendidikan tingkat menengah karena untuk membentuk generasi-generasi muda Islam yang sadar akan jati-dirinya. Menghapus galau dan kenakalan remaja menjadi pemuda-pemuda Islam yang berilmu dan berkarya.

Dalam diam, saya berjalan
Dalam tenang, saya berjuang
Dalam sederhana, saya melimpah

Wallahu a'lam wal musta'an








1 comment:

Rzbzr said...

1 hal lg yg saya ingin pelajari dgn tigl di pondok, mendidik istri dgn kesederhanaan